
Bojonegoro – Pernikahan adat Jawa memang cukup unik, baik dari prosesinya maupun filosofinya. Salah satunya adalah tradisi nyibak bubakan. Bagi masyarakat Jawa, tradisi tersebut merupakan momen sakral yang penuh makna dan didalamnya terdapat berbagai macam prosesi unik.
Seperti yang dilakukan keluarga Bapak Rajiman dan Ibu Darmi di Desa Gamongan, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro. Mereka baru saja menggelar tradisi nyibak bubakan untuk pernikahan anak pertama mereka, pada Jumat 27 September 2024.
Mbah Ngari, merupakan sesepuh Desa Gamongan yang saat itu ditunjuk untuk memimpin tradisi tersebut. Dia menjelaskan bahwa nyibak bubakan bukan hanya sekedar perayaan pernikahan belaka. Tradisi tersebut merupakan ungkapan rasa syukur orang tua karena telah menikahkan anak mereka untuk pertama kalinya. Selain itu, merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur, serta doa untuk kelancaran suatu pernikahan. Tradisi ini berlaku untuk anak sulung, anak kedua, anak ketiga, dan seterusnya.
Jadi, nyibak bubak dilakukan ketika orang tua belum pernah menikahkan anaknya sama sekali, baik itu seorang perjaka ataupun gadis. Jika suatu saat nanti orang tua akan menggelar pernikahan anak berikutnya, maka tradisi ini sudah tidak perlu dilakukan lagi. Selain itu, tradisi ini juga dimaknai sebagai wujud tanggungjawab orang tua kepada anak-anaknya.
Nyibak bubakan diawali dengan menggendong dua pendaringan kembar (semacam tempat penyimpanan bahan makanan mentah atau beras dari tanah liat) oleh pihak keluarga. Prosesi tersebut melambangkan sebuah doa dan harapan agar pernikahan anak mereka diberkahi kelancaran dan kelimpahan rejeki.
Setelah itu pendaringan tersebut diisi dengan beberapa jenis jajanan pasar, diantaranya lepet, tape, roti, pisang, kucur, onde-onde, jadah, ubi atau polo pendem. Kemudian pendaringan tersebut dibacakan doa-doa, dan jajanan pasar dibagikan kepada para tamu undangan yang hadir. Prosesi ini melambangkan, sekecil apapun rejeki yang mereka terima, semoga bisa menjadi berkah dikemudian hari nantinya.
Di beberapa daerah, tradisi seperti ini diikuti dengan prosesi berebut alat-alat rumah tangga. Kemudian para tamu dipersilakan untuk berebut alat-alat rumah tangga tersebut.







