
Blora – Lanjutan dari kontra memori banding Jaksa Penuntut Umum (JPU) Farida Hartati yang menyangkal memori banding Afrida. Dalam kontra memori bandingnya, Farida juga membantah argumetasi para Penasehat Hukum, yang menyampaikan bahwa PN Blora menerapkan standar ganda, (Senin, 9/12/2024).
Penasehat hukum Afrida menyampaikan bahwa, terjadi penolakan kesaksian dari Ngaripin dan Musyarofah, dengan alasan mereka tidak tinggal serumah dengan Afrida. Namun majelis hakim menerima keterangan dari saksi Rafli dan Yusuf, padahal mereka juga tidak tinggal serumah dengan Afrida.
Menurut Farida, Rafli dan Yusuf memang tidak tinggal serumah dengan Afrida, namun mereka saksi fakta yang melihat luka korban (ZF). Selain itu mereka berdua juga mendengar suara teriakan pada waktu kejadian (28/3/2023). Mereka berdua juga mendengarkan secara langsung pengakuan dari korban (ZF) jika telah terjadi kekerasan terhadapnya oleh Afrida. Hal tersebut diperkuat dengan keterangan saksi FA.
Farida menjelaskan bahwa, atas dalil tersebut yang membuat mejelis hakim yakin telah terjadinya tindak kekerasan. Karena kesaksian Rafli dan Yusuf sesuai dengan kesaksian korban (ZF) dan saksi FA. Hal itu semakin kuat dengan adanya surat hasil visum.
Sedangkan penolakan terhadap keterangan saksi Ngaripin dan Musyarofah karena mereka berdua hanya mengetahui bahwa keluarga Afrida hidup harmonis.Walaupun pada waktu kejadian, saksi Musyarofah berada di rumah Afrida, namun dia hanya berada di dapur sampai dia pulang. Dia pun dan tidak mengetahui apa yang terjadi di ruang tamu dan apa yang terjadi di dalam kamar Afrida.
Menurut Farida, setelah melihat fakta tersebut maka tidak selayaknya penasehat hukum memandang majelis hakim tidak adil dalam menilai dan mempertimbangkan keterangan saksi-saksi dalam persidangan.
Dalam kontra memori bandingnya, Farida juga menjelaskan tentang keberatan penasehat hukum Afrida dalam pertimbangan bukti dokumen elektronik (chat Whatsapp dan foto keluarga).
Penasehat hukum Afrida menyampaikan bahwa, bukti dokumen elektronik tersebut sudah sesuai dengan Pasal 5 UU ITE. Namun Farida menyanggahnya, karena tindakan kekerasan Afrida tidak dilakukan melalui sistem elektronik. (bersambung)(red).