
Blora – Meningkatnya kasus kekerasan perempuan dan anak di daerah tiap tahunnya tidak sesuai dengan anggaran yang ada. Hal ini karena kesepakatan alokasi anggaran tahun ini berkurang.
Jumlah tersebut belum mampu menutupi kebutuhan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Blora Luluk Kusuma Agung Ariadi mengaku alokasi anggaran yang tersedia untuk program perlindungan anak dan perempuan itu masih terbatas.
Setiap tahunnya berbeda, sesuai dengan pengajuan dari tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) kepada badan anggaran (banggar) DPRD Blora.’’Untuk anggaran perlindungan kekerasan seksual pada anak itu berasal dari APBD daerah,” ungkapnya.
Luluk memaparkan, Dukungan anggaran pada 2022 sebesar Rp 47 juta. Sedangkan, pada 2023 alokasinya sebanyak Rp 85 juta dan pada 2024 turun menjadi Rp 25 juta.
Kepala Bidang (Kabid) P3A Dinsos P3A Blora Amidah Rahayu mengaku masih banyak kasus kekerasan anak dan perempuan di Blora. Bahkan, angkanya terus meningkat tiap tahunnya.
’’Dari data yang terkumpul dalam tiga tahun terakhir, kekerasan terhadap perempuan dan anak bertambah,” jelasnya.
Data yang direkapitulasi mencapai 68 kasus. Yakni, pada 2022 jumlah aduan sebanyak 17 kasus, bertambah banyak pada 2023 menjadi 23 aduan dan Oktober 2024 mencapai 28 aduan kasus kekerasan
Ia mengaku, masyarakat saat ini mulai berani untuk melaporkan adanya kasus-kasus kekerasan tersebut. Karena telah tersedia layanan pengaduan secara online. Namun, pihaknya membenarkan, bahwa memang anggaran yang tersedia untuk perlindungan anak dan perempuan masih terbatas.
Anggaran tersebut penggunaannya untuk biaya visum, biaya pendampingan psikolog dan psikiater.
’’Untuk biaya penanganan ini dalam satu kasus bisa sampai lebih dari sekali. Biayanya juga berkisar Rp 300 ribu,” ujarnya.
Sumber Berita : Radar Bojonegoro

 
             Redaksi
                    Redaksi                


