
Bojonegoro – Serikat Buruh Konstruksi Indonesia (SBKI) Bojonegoro bersama Federasi SERBUK Indonesia menggelar Bojonegoro Labour Talk Session (B-LaTS), forum diskusi publik yang membahas isu ketenagakerjaan dan kondisi pekerja konstruksi informal.
Acara yang digelar pada Minggu (26/10/2025) ini dihadiri perwakilan Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bojonegoro, DPRD Bojonegoro, serta sejumlah SMK yang memiliki jurusan konstruksi.
Ketua SBKI Bojonegoro, Arif Rachmanto, dalam paparannya menyoroti masih banyaknya pekerja konstruksi yang bekerja tanpa kontrak kerja jelas. Akibatnya, banyak hak pekerja yang terabaikan.
“Ada enam anggota SBKI Bojonegoro yang hingga kini upahnya belum dibayar. Ketika kami melaporkan ke Disnaker, muncul kesulitan karena hubungan kerja di sektor konstruksi sering berlapis-lapis. Sulit mencari siapa yang benar-benar bertanggung jawab,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Fathoni, Mediator Hubungan Industrial Disnaker Bojonegoro, mengakui kendala tersebut.
“Perusahaan yang terdaftar di Bojonegoro mencapai sekitar 3.300, sementara SDM kami terbatas. Ini menjadi tantangan besar dalam pengawasan dan penyelesaian perselisihan kerja,” katanya.
Dari kalangan pendidikan, Miun, perwakilan SMK Konstruksi, menilai forum seperti B-LaTS penting untuk membangun kesadaran tentang profesi pekerja konstruksi.
“Ketaatan kita untuk menghargai pekerja konstruksi masih rendah. Padahal pekerjaan ini tak bisa digantikan oleh AI. Sudah saatnya kita dorong agar pekerja konstruksi menjadi pekerja formal,” tuturnya.
Sementara itu, Aryo, guru BK sekaligus pengelola Bursa Kerja Khusus (BKK) SMK 1 Bojonegoro, mengungkapkan awalnya sempat ragu karena siswa di sekolahnya mayoritas perempuan. Namun ia kemudian melihat bahwa sektor konstruksi justru memiliki banyak bidang yang bisa melibatkan perempuan.
“Ternyata konstruksi bukan hanya soal tenaga kasar. Ada banyak bidang yang potensial untuk perempuan,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Sururi, guru SMK Purwosari, yang mencatat bahwa banyak lulusan SMK akhirnya beralih ke sektor konstruksi di usia 24–27 tahun setelah tidak diangkat sebagai pekerja tetap di sektor industri.
“Awalnya mereka ingin kerja di pabrik besar, tapi akhirnya banyak yang berpindah ke konstruksi,” ujarnya.
Melalui forum ini, SBKI Bojonegoro dan Federasi SERBUK Indonesia berharap B-LaTS dapat menjadi agenda rutin untuk memperkuat dialog antara pekerja, pemerintah, dan lembaga pendidikan demi mendorong perlindungan yang lebih adil bagi pekerja konstruksi informal.







