
Blora – Indonesia memiliki 4.000 titik sumur minyak tua yang berproduksi sejak zaman kolonialisme Belanda. Salah satunya di lapangan Ledok, Desa Ledok, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Sumur tua tersebut merupakan bagian dari daerah operasional Pertamina di Blok Cepu.
Melansir dari sebuah karya literasi yang berjudul Peranan Pembangunan Minyak Tradisional Dalam Pembangunan Masyarakat Desa, Jumat (18/2/2022). Penemuan sumber minyak di Lapangan Ledok Blok Cepu ini kali pertama oleh Adrian Stoop pada 1890 dengan menggali sebuah sumur. Saat ini, sebagian sumur minyaknya sudah tidak berproduksi lagi.
Lantaran sudah kurang produktif, Pertamina menyerahkan hak pengelolaan sumur minyak tua itu kepada kelompok masyarakat setempat pada 1998 silam. Penyerahan tersebut melalui kontrak kerjasama dengan Koperasi Karyawan Pertamina “Petra Karya” (Kokaptraya).
Kelompok masyarakat yang juga disebut sebagai kelompok ‘penambang’ ini melakukan kegiatan penambangan sumur minyak di bawah naungan Kokaptraya. Mereka juga mendapatkan kompensasi dari Pertamina berupa upah yang penghitungannya berdasarkan tiap liter minyak yang mereka hasilkan.
Produksi Minyak Mencapai 1 Juta Liter Per Bulan
Berdasarkan penjelasanan Koordinator Penambang di Desa Ledok yang saat itu menjabat, Supraptono, mengatakan 90 persen sumur yang sudah tidak diusahakan Pertamina itu justru berhasil ditambang. Supratono mengungkapkan penjelasan ini pada 26 Juli 2006 silam.
Awalnya penambangan tradisional oleh “penambang” setempat, menghasilkan 600 liter minyak per hari. Tetapi seiring berjalannya waktu, minyak yang dihasilkan bisa mencapai rata-rata 30.000 liter per hari. Jumlah tersebut lebih besar dari produksi minyak yang dihasilkan penambangan oleh Pertamina di Lapangan Ledok.
Pada 2004 silam, Pertamina menetapkan upah sebesar Rp215,00 per liter. Dari hasil pemambangan selama sebulan yang hampir mencapai satu juta liter, kelompok “penambang” tradisional itu berhasil memperoleh upah sebesar Rp200 juta. Dengan anggota penambang yang tercatat ada 220 orang, jika dengan asusmsi pembagian hasil secara merata, maka setiap orang memperoleh bagian kurang lebih Rp900.000 per bulan atau Rp30.000 per hari (UMR Kabupaten Blora tahun 2004 : Rp 366.000/bulan).
Dengan perhitungan tersebut, maka dalam setahun seorang penambang akan memperoleh upah sebesar Rp11 juta atau 14 kali lipat PDRB Kecamatan Sambong tahun 2003, yaitu sebesar Rp774.540,00 (BPS,2004).
“Penambang” Abai Prosedur Keamananan
Sementara itu, melansir dari berbagai sumber, Direktur PT Blora Petra energi (BPE) Awan Pradiksa mengatakan bahwa ada sekitar 205 sumur minyak tua di Desa Ledok Blok Cepu. Dari jumlah tersebut, hanya 125 sumur yang masih bisa memproduksi, sedangkan Pertamina hanya mengelola sembilan sumur saja.
Dia juga mengatakan bahwa sumur-sumur minyak yang Pertamina kelola berbentuk sumur angguk dan dalam sehari, rata-rata memproduksi 20.000 liter dan dalam sebulan bisa mencapai 800.000 liter sehingga total dalam setahun bisa mencapai 9 juta liter.
Awan menjelaskan dari perolehan ongkos angkut itu, para “penambang” memperoleh pembagian hasil sebesar 77 persen. Perkumpulan penambang memperoleh 17,3 persen, sedangkan PT Blora Patra Energi (BPE) memperoleh 5,7 persen.
Sayangnya, para “penambang” itu masih mengabaikan stadar keamanan dengan tidak menggunakan Atribut Pelindung Diri (APD) yang sudah menjadi prosedur umum dalam melakukan kegiatan penambangan. Dalam hal ini, Awan akan memberikan teguran dan evaluasi jika ada yang masih abai.
Sumber Berita : Epos.id