
Peta Balun Kandangdoro Berdasarkan Aplikasi Bhumi ATR.
Blora – Advokat R. Darda Syahrizal, S.H., M.H., dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kinasih, mendampingi warga Balun Kandangdoro, Cepu, Blora, dalam audiensi dengan DPRD Blora (Rabu, 12/02/2025). Mereka tampil sebagai kuasa hukum warga dalam pengaduan buruknya pelayanan administrasi di Kelurahan Balun, Kecamatan Cepu.
Audiensi tersebut terjadi karena adanya penolakan Lurah Balun untuk menandatangani surat pernyataan bukti penguasaaan fisik bidang tanah, ketika warga akan mengajukan permohonan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah yang telah ditempat lebih dari 20 tahun berturut-turut.
Amin (Lurah Balun) beranggapan bahwa lahan yang ditempati saat ini, adalah bagian dari tanah yang diklaim milik PT. Kereta Api Indonesia (KAI). Ada atau tidaknya klaim tersebut, Lurah Balun seharusnya tetap memberikan layanan adminstrasi yang diperlukan warga untuk memperoleh keterangan bukti kepemilikan fisik. Lurah Balun juga tidak berwewenang menetapkan apakah status kepemilikan tanah bersengketa atau tidak. Akibat dari klaim sepihak PT. KAI, Lurah Balun sampai saat ini belum memberikan layanan yang dibutuhkan masyarakat.
Diketahui juga, bahwa warga juga dikenakan biaya sewa lahan, yang dipungut oknum dari PT. KAI. Pungutan biaya sewa berlangsung, meskipun PT. KAI tidak memiliki legalitas kepemilikan hak. Tindakan ini dapat dianggap juga sebagai “pungutan liar” (pungli).

Permasalahan memuncak, ketika PT. KAI membawa kasus ini ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Blora, menuduh warga tidak mau membayar sewa tanah. Didampingi LBH Kinasih, warga bersedia membayar sewa asalkan PT. KAI dapat menunjukkan bukti kepemilikan sah atas tanah tersebut. Sayangnya, PT. KAI hanya mampu menunjukkan peta Grondkaart sebagai dasar klaim, yang oleh Kejari Blora dianggap tidak sah sebagai bukti kepemilikan. Kejari Blora juga telah melarang PT. KAI menarik biaya sewa atau intimidasi terhadap warga.
Penolakan warga untuk membayar biaya sewa, lantaran PT. KAI meminta warga menandatangani surat pernyataan dari PT. KAI, yang dalam salah satu klausunya menyatakan “bahwa warga bersedia menyerahkan tanah mereka jika PT. KAI akan mensertifikatkan tanah tersebut.” Hal ini membuat warga curiga dan menunjukkan bahwa PT. KAI belum memiliki bukti kepemilikan yang sah atas tanah tersebut.
Berdasarkan hal itu, warga lantas berupaya mengurus sertifikat tanah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang harus menyertakan Surat Keterangan Penguasaan Fisik Tanah, tetapi ditolak oleh Lurah Balun.
Melihat kompleksitas masalah ini, Advokat Darda Syahrizal menganalisis bahwa PT. KAI telah melanggar aturan hukum dalam klaim kepemilikan tanah.
“Peta Grondkaart tidak memiliki kekuatan hukum sebagai bukti sah kepemilikan tanah. Selain itu, Lurah Balun seharusnya melayani warganya dengan menandatangani surat yang diminta oleh warga,” ucap Darda.
Untuk menyelesaikan masalah ini, warga bersama LBH Kinasih mengadukan kasus ini ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blora. Dalam audiensi tersebut, DPRD meminta keterangan dari berbagai pihak, termasuk warga Kandangdoro, LBH Kinasih, BPN, Camat Cepu, Lurah Balun, dan PT. KAI. Dalam audiensi tersebut, terungkap bahwa PT. KAI mengklaim tanah berdasarkan warisan dari instansi sebelumnya, yaitu PJKA dan Perumka, dengan dasar peta Grondkaart .
Anggota DPRD, H. Mochamad Muchklisin, S.Sos., yang akrab disapa Cak Sin, menegaskan bahwa Lurah Balun harus melayani warganya dengan baik.
“Lurah harusnya memberikan pelayanan yang baik untuk warganya, dan tidak ada alasan untuk menolak menandatangani surat yang diminta warga,” ujar Cak Sin.
Sementara itu, anggota Komisi A DPRD, Lina Hartini, menyatakan keprihatinannya atas kondisi warga Kandangdoro dan mendesak Camat Cepu serta Lurah Balun untuk lebih memperhatikan masyarakatnya.
Perjuangan warga Kandangdoro yang didampingi oleh Advokat Darda Syahrizal dan LBH Kinasih ini menjadi contoh nyata bagaimana masyarakat kecil dapat melawan ketidakadilan dengan bantuan hukum yang tepat. Diharapkan, melalui proses hukum yang sedang berjalan, warga Kandangdoro dapat memperoleh kepastian hukum atas tanah yang telah mereka tempati selama puluhan tahun.