
Blora – Sabtu, 24 Mei 2025, Desa Ngloram, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, menjadi saksi hidup dari sebuah tradisi yang telah diwariskan turun-temurun. Agus (45), seorang petani dari Dukuh Putuk, melaksanakan ritual Selametan Wiwit sebelum panen padi. Tradisi ini, yang dikenal sebagai wiwitan, merupakan ungkapan syukur kepada Tuhan (Allah SWT) dan alam atas hasil panen yang melimpah.
Selametan Wiwit di sawah bukan sekadar seremoni, tetapi juga simbol rasa syukur yang mendalam. Dalam acara ini, Agus dan warga setempat menyiapkan makanan khas berupa tumpeng, ayam ingkung, kuluban, telur, dan jajanan pasar. Sebelum memulai panen, mereka berkumpul untuk berdoa bersama, mengharapkan keberkahan dari hasil pertanian mereka.
“Setiap mau panen, saya selametan seperti ini, kok Lek,” ujar Agus saat diwawancarai. Ia menambahkan, “Ini adat leluhur saya, dulu kok.” Tradisi ini, menurut Agus, merupakan warisan dari nenek moyangnya yang harus dilestarikan.
Junaedi, warga setempat lainnya, menegaskan pentingnya menjaga tradisi ini. “Wong Jowo iku, ojo nganti ilang jawane,” katanya, mengingatkan bahwa identitas budaya Jawa harus tetap dijaga. Wiwitan dianggap sebagai penghormatan kepada bumi, yang bagi masyarakat Jawa, adalah saudara yang harus dihormati.
Selain sebagai bentuk syukur, Selametan Wiwit juga berfungsi sebagai sarana silaturahmi antarwarga, memperkuat hubungan sosial dalam komunitas. Acara ini diakhiri dengan pemotongan padi sebagai simbol dimulainya panen, di mana doa dipimpin oleh tokoh masyarakat setempat, seperti ketua kampung atau sesepuh.
Dengan melestarikan tradisi ini, masyarakat Desa Ngloram tidak hanya menjaga kearifan lokal, tetapi juga meneguhkan identitas budaya mereka di tengah arus modernisasi. Semoga dengan artikel ini, kita semua dapat menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan dan kearifan lokal yang ada di sekitar kita.