
Jakarta – Koalisi Masyarakat Penegak Keadilan (KMPK) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan belanja hibah dan bantuan sosial (bansos) oleh Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak, (11/06/2025). KMPK menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan sistematis dan terstruktur yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp22 miliar.
Koordinator KMPK, Paulinus Siregar, menyatakan keprihatinannya atas temuan tersebut.
“Kami menduga telah terjadi pola korupsi yang terstruktur, di mana dana hibah dan bansos yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat justru raib tanpa pertanggungjawaban yang jelas,” tegasnya dalam konferensi pers hari ini.
Anggaran Melonjak, Tapi Sarat Kejanggalan
Dugaan penyimpangan itu terungkap dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Tahun Anggaran 2020 yang telah diaudit, menunjukkan lonjakan signifikan pada alokasi anggaran serta sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaannya.
Kronologi dan Indikasi Penyimpangan yang Diungkap KMPK antara lain:
- Lonjakan Anggaran yang Mencurigakan dan Rekomendasi BPK yang Diabaikan
KMPK mencatat anggaran hibah melonjak hingga 397%, dari Rp14,7 miliar menjadi Rp73,05 miliar. Sedangkan belanja bansos naik 56%, dari Rp35,88 miliar menjadi Rp56,06 miliar.
“Kenaikan drastis ini patut dipertanyakan, apalagi pengelolaan dana ini sudah menjadi sorotan BPK sejak LHP Nomor 27.A/LHP.XIX.MAN/06/2020 tertanggal 29 Juni 2020. Namun, rekomendasi BPK sejak 2018 soal penertiban dan akuntabilitas belum juga ditindaklanjuti,” jelas Paulinus.
- Verifikasi Penerima Lemah dan Dana Mengalir ke Pihak Tak Bertanggung Jawab
Berdasarkan analisis audit BPK, penetapan penerima hibah dan bansos hanya berdasar disposisi Bupati tanpa verifikasi kelayakan. Bahkan terdapat dana hibah sebesar Rp1,859 miliar yang diduga disalurkan kepada penerima yang belum mempertanggungjawabkan dana dari tahun sebelumnya.
“Ini jelas melanggar PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP dan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011. Bagaimana mungkin dana diberikan tanpa kejelasan kelayakan penerima?” ujar Paulinus.
- Penyaluran Tanpa Dasar Hukum yang Jelas
Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak diduga menyalurkan dana tanpa Peraturan Kepala Daerah yang mengatur pedoman pemberian hibah dan bansos, serta tanpa Keputusan Bupati mengenai daftar penerima. Lebih parah, dana tidak langsung disalurkan ke penerima, tetapi melalui bendahara bantuan sosial.
“Modus ini sangat rawan penyelewengan. Dana untuk rakyat justru mampir ke bendahara, membuka celah penyalahgunaan,” imbuh Paulinus, mengacu pada Pasal 102 PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Pasal 14 serta Pasal 32 Permendagri Nomor 32 Tahun 2011.
Rp22 Miliar Dana Tak Jelas Pertanggungjawabannya
KMPK merinci bahwa total Rp22.116.000.000,00 dana publik diduga bermasalah, terdiri dari:
- Rp11.507.000.000 belanja bantuan sosial yang belum dipertanggungjawabkan;
- Rp8.750.000.000 belanja hibah yang belum dipertanggungjawabkan;
- Rp1.859.000.000 hibah yang disalurkan kepada penerima bermasalah dari periode sebelumnya.
“Angka ini sangat besar. Bagaimana kita bisa memastikan penggunaan dana publik jika laporan pertanggungjawabannya tidak ada?” kata Paulinus. “Ini adalah indikasi kerugian negara yang nyata.”
Ia menambahkan bahwa lemahnya monitoring dan evaluasi menunjukkan kelalaian serius dari Pemkab Pegunungan Arfak dalam pengawasan anggaran.
KMPK Desak KPK Ambil Tindakan
KMPK menyerukan agar KPK segera:
- Menyelidiki dan menyidik dugaan korupsi dalam pengelolaan hibah dan bansos TA 2020 oleh Pemkab Pegunungan Arfak;
- Memanggil dan memeriksa mantan bupati, sekretaris daerah, kepala badan keuangan, bendahara hibah/bansos, dan seluruh penerima dana yang belum memberikan pertanggungjawaban;
- Menindak tegas semua pihak yang terbukti terlibat sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Ini bukan sekadar maladministrasi, tetapi dugaan korupsi yang merugikan rakyat Pegunungan Arfak. Presiden Prabowo telah menegaskan penegakan hukum tanpa pandang bulu. Kami akan segera mendatangi Gedung Merah Putih untuk melaporkan langsung kepada pimpinan KPK,” tutup Paulinus.